Eksistensi NIAC Mitra
Berita Bola: NIAC Mitra, eksistensinya sebagai klub sepak bola legendaris Surabaya memang telah lama ditelan bumi, tapi kisah kejayaan mereka tetap harum untuk dikenang.
Pentas sepak bola Indonesia mengenal Persebaya sebagai klub kebanggaan masyarakat kota Surabaya.
Pertama kali berdiri dengan nama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB), eksistensi Persebaya masih terasa hingga sekarang.
Kalau menengok sejarah sepak bola Surabaya, sejatinya bukan hanya Persebaya saja yang pernah jadi kebanggaan seluruh penduduk Kota Pahlawan.
Setidaknya ada satu klub lagi asal Surabaya yang rekam jejaknya sempat begitu menguasai arena lapangan hijau nasional.
Klub yang dimaksud berita bola kami ialah NIAC Mitra.
Harry Kane Kini Jadi Top Skor Sepanjang Masa Timnas Inggris
Satuviral

Mungkin kamu jarang atau tidak pernah sama sekali mendengar NIAC Mitra di deretan klub-klub sepak bola Indonesia.
Dapat kami maklumi, sebab NIAC Mitra memang sudah bubar sejak 24 September 1990 silam.
Namun hal yang harus kamu tahu, NIAC Mitra kala masih beroperasi mampu meraih sejumlah catatan prestasi luar biasa.
Torehan paling menonjol NIAC Mitra tertuang dalam perhelatan kompetisi era Galatama. Apa itu Galatama?
Penjelasannya begini, Galatama adalah kompetisi garapan PSSI yang berformat semi profesional dan pertama kali digulirkan pada 1979.
NIAC Mitra sendiri menjadi peserta Galatama sejak tahun perdana penyelenggaraan kompetisi.
Sepanjang menghiasi ketatnya persaingan Galatama, NIAC Mitra tercatat mengoleksi tiga buah gelar juara.
Catatan tersebut membuat NIAC Mitra menyabet label tim dengan trofi Galatama terbanyak, bersama satu klub lainnya, Pelita Jaya.
Menariknya lagi, NIAC Mitra ternyata sanggup pula meraih prestasi yang secara skala sudah menyentuh taraf internasional.
Bahkan NIAC Mitra pernah sekali mempermalukan sebuah tim sepak bola raksasa Eropa yang sungguh masyhur.
NIAC Mitra mempecundangi tim top Benua Biru itu dengan meraih kemenangan atas mereka di laga uji coba.
Berawal dari Mimpi Besar Seorang Pengusaha
NIAC Mitra tak akan pernah berdiri jika seorang pengusaha bernama Agustinus Wenas tidak mencoba merealisasikan mimpi besarnya dalam sepak bola.
Cikal bakal NIAC Mitra adalah sekumpulan karyawan pecinta olahraga mengolah si kulit bundar yang bekerja di perusahaan milik Wenas.
Pada 1970, awalnya mereka hanya bermain sepak bola hanya untuk menyalurkan hobi sekaligus melepas penat seusai fasilitas dan instruksi yang disediakan Wenas selaku bos.
Kebetulan Wenas juga menggilai sepak bola, sehingga ia ingin mewadahi karyawan-karyawannya yang punya hobi serupa dengannya.
Seiring berjalannya waktu, Wenas melihat beberapa karyawannya memiliki bakat olah bola dengan potensi menjanjikan.
Lionel Messi Cetak Gol ke-800, Argentina Kalahkan Panama
Satuviral

Wenas lantas menginstruksikan agar karyawannya membentuk tim sendiri. Proses pembentukan tim disertai tahap seleksi ketat.
Bagi karyawan yang lolos seleksi nantinya terpilih masuk ke tim sepak bola. Nama yang dipilih sebagai identitas tim sepak bola ini ialah Mentos Surabaya.
Setelah Mentos Surabaya terbentuk, program pembinaan dan pengembangan dirancang Wenas selaku pemilik klub secara lebih serius.
Wenas benar-benar berambisi besar membawa Mentos Surabaya ke arah yang lebih profesional.
Demi menuntaskan ambisinya, Wenas mendaftarkan Mentos Surabaya ke sistem pengembangan yang dikomandoi Persebaya Surabaya.
Mentos Surabaya kemudian mengubah nama klub jadi PS Mitra dan berhak ikut serta dalam kompetisi sepak bola amatir buatan Persebaya yang bagi rakyat Surabaya lumayan bergengsi.
Mulai dari sinilah perkembangan PS Mitra terarah melalui jalan yang benar sehingga bisa terus menanjak pencapaiannya.
Kiprah PS Mitra di kompetisi amatir Persebaya meraih catatan mengesankan. Mereka berulang kali merengkuh trofi juara.
Setidaknya sedari 1975 sampai 1978, lemari piala PS Mitra setiap musimnya tidak pernah absen menambah piala.
Apa yang dilakukan PS Mitra pun seketika mencuri perhatian para pecinta sepak bola kota Surabaya.
Publik mulai berani memprediksi bahwa wajah persepak bolaan Surabaya ke depannya akan lebih cerah di tangan PS Mitra.
Kalangan pengagum permainan PS Mitra menjuluki klub ini dengan sebutan Bayi Ajaib.
Makna julukan merujuk kepada eksistensi klub yang tergolong masih baru, belum punya banyak jam terbang, tapi justru bisa meraih banyak catatan gemilang.
Sekali lagi ditekankan, Wenas memang menaruh ekspetasi besar kepada kiprah PS Mitra di pentas sepak bola nasional.
Setelah sederet kesuksesan di kompetisi amatir naungan Persebaya, Wenas membidik target yang lebih tinggi.
Tidak tanggung-tanggung, Wenas menjadikan klub-klub sepak bola Eropa sebagai role model dalam kebijakan manajerialnya mengembangkan PS Mitra.
Wenas ingin operasional PS Mitra bisa benar-benar mandiri secara finansial dan bersifat profesional. Alhasil, Wenas coba mencarikan sponsor yang mau mendanai klubnya.
Memiliki latar belakang pengusaha, jelas tak sulit bagi Wenas mempromosikan PS Mitra ke perusahaan-perusahaan calon sponsor.
Promosi sana-sini, Wenas akhirnya membuahkan kesepakatan dengan perusahaan bernama New International Amusement Center yang disingkat NIAC.
Perusahaan ini bisnisnya bergerak di bidang rumah judi dan casino yang pada medio 1970-an merajai pasar kota Surabaya.
Berkat kesepakatan yang terjalin, Wenas memutuskan mengubah lagi nama klub dari PS Mitra menjadi NIAC Mitra.
Raja di Galatama
PSSI selaku induk sepak bola Indonesia, mulai memikirkan untuk menciptakan kompetisi yang sifatnya lebih profesional.
Pada awal dekade 1970-an, segenap anggota PSSI menggodok ide ini supaya bisa terealisasi.
Tujuannya jelas, demi memajukan kualitas sepak bola Indonesia yang secara kompetisi domestik banyak tertinggal dari arena lapangan hijau Eropa.
Sebenarnya PSSI sudah memiliki kompetisi sepak bola yang bergulir sejak 1934, yakni Perserikatan.
Namun operasional Perserikatan masih jauh dari kata profesional. Mengubah keseluruhan format Perserikatan dirasa PSSI terlalu sulit.
PSSI akhirnya lebih memilih membuat kompetisi baru yang sesuai tujuan tadi, menciptakan aura profesional di kancah Liga Indonesia.
Persahabatan Islami 3 Pemain Everton, Sering Sholat Berjamaah!
Satuviral

Penggodokan ide akhirnya membuahkan keputusan PSSI era ketua umum Ali Sadikin untuk melahirkan kompetisi bernama Galatama.
Ali Sadikin dan kolega mensahkan Galatama dalam rapat PSSI yang digelar sedari tanggal 6 sampai 8 Oktober 1978.
Setelah peresmian, Galatama baru benar-benar menjalankan kompetisi musim perdananya pada 17 Maret 1979.
Edisi pertama Galatama diikuti oleh 14 tim peserta yang salah satunya iala NIAC Mitra.
Musim pertama Galatama, kiprah NIAC Mitra terbilang lumayan karena bisa masuk deretan empat besar papan atas klasemen akhir.
Bermain 25 kali, NIAC Mitra bisa mendulang 13 kali kemenangan, 8 imbang, dan hanya 4 kali kalah.
NIAC Mitra finis di peringkat empat klasemen dengan koleksi 34 poin, tertinggal 4 poin saja dari tim juara Warna Agung.
Memasuki musim kedua, kekuatan NIAC Mitra tampak mengalami peningkatan signifikan. Permainan NIAC Mitra sulit dibendung lawan-lawannya.
Alhasil, akhir musim ditutup NIAC Mitra dengan catatan 26 menang, 5 seri, dan 3 kalah dari 34 laga, sekaligus menempati posisi puncak klasemen dan meraih gelar juara.
NIAC Mitra merajai kompetisi Galatama untuk pertama kalinya.
Kesuksesan NIAC Mitra kembali berlanjut di musim berikutnya. Gelar kedua Galatama diraih NIAC Mitra bersama duet pemain Singapura jempolan mereka, Fandi Ahmad dan David Lee.
Dua gelar dalam dua musim beruntun menjadi bukti betapa perkasanya NIAC Mitra kala itu.
NIAC Mitra sekali lagi mampu membawa pulang trofi juara Galatama pada musim 1987/88.
Gelar ini merupakan yang terakhir bagi NIAC Mitra sebelum mereka bubar pada tahun 1990.
NIAC Mitra total mengoleksi 3 gelar juara sepanjang keikutsertaan mereka di Galatama.
Jumlah raihan gelar NIAC Mitra tercatat sebagai yang terbanyak dalam sepanjang sejarah Galatama, sama seperti rekor tim lainnya, Pelita Jaya.
Prestasi Skala Internasional yang Menganggumkan
NIAC Mitra pernah merasakan manisnya meraih prestasi sepak bola yang berskala internasional.
Kisahnya terjadi pada tahun 1979, kala NIAC Mitra mewakili Indonesia dalam ajang Aga Khan Gold Cup.
Patut ditekankan, kompetisi ini banyak disebut sebagai cikal bakal dari hadirnya Liga Champions Asia.
Aga Khan Gold Cup memang mempertandingkan tim-tim top Benua Asia, persis yang kini biasa disajikan Liga Champions Asia garapan AFC (Induk Sepak Bola Asia).
Perjalanan NIAC Mitra pada ajang Aga Khan Gold Cup 1979 dimulai dengan meladeni perlawanan Korea League XI Selection atau 11 pemain terbaik dari Liga Korea Selatan.
3 Rekor Baru Cristiano Ronaldo Usai Bawa Portugal Menang di Kualifikasi Euro 2024
Satuviral

Kalau melihat perkembangan sepak bola sekarang, Korea Selatan punya kualitas yang jauh lebih baik di atas Indonesia.
Namun kala itu faktanya berbicara lain, NIAC Mitra sebagai perwakilan Indonesia unggul segala-galannya atas Korea Selatan, menang telak 4-1.
Setelah mengandaskan Korea, NIAC Mitra berhak lolos melaju ke semifinal.
Lawan yang dihadapi reputasinya lumayan mentereng, yakni Abhani, tim top dari Bangladesh selaku tuan rumah penyelenggara Aga Khan Gold Cup.
Abhani juga melaju ke semifinal dengan kegemilangan luar biasa karena menang 8-0 atas lawannya.
NIAC Mitra sama sekali tak gentar menghadapi nama besar Abhani. Akhir laga, NIAC Mitra mampu mengandaskan Abhani dengan skor 2-0.
Laga final, NIAC Mitra bersua wakil China, Liaoning Whowin FC. Pertandingan kali ini berjalan begitu sengit. Permainan kedua tim sangat berimbang.
Buktinya, papan skor hingga waktu normal berakhir tetap sama kuat 1-1. Penentuan pemenang pertandingan harus berlanjut ke babak adu penalti.
Ketangguhan mental pemain-pemain NIAC Mitra diuji.
Hasilnya ternyata luar biasa, NIAC Mitra sukses memenangkan adu penalti sekaligus meresmikan diri sebagai jawara Aga Khan Gold Cup 1979.
Sebenarnya ada satu catatan prestasi skala internasional lainnya yang patut dikenang dari eksistensi NIAC Mitra.
Meski bukan bertemakan gelar juara, NIAC Mitra sempat mengejutkan dunia kala menggelar laga uji coba kontra tim top Liga Inggris, Arsenal, pada tahun 1983.
Pertandingan tersebut digelar di Stadion Gelora 10 November, tepatnya tanggal 16 Juni 1983.
Sebelum laga dimulai, semua pemain NIAC Mitra tahu betapa hebatnya kekuatan para pemain Arsenal.
Meriam London bahkan sudah dua kali menggelar laga uji coba di Indonesia kontra PSMS Medan dan PSSI Selection yang semuanya diakhiri dengan kemenangan meyakinkan.
Tapi, NIAC Mitra memberikan cerita berbeda bagi perjalanan The Gunners di Bumi Nusantara.
NIAC Mitra di luar dugaan mampu menghajar Arsenal dengan kemenangan 2-0.
Dua gol kemenangan NIAC Mitra dicetak Fandi Ahmad pada babak pertama, serta Djoko Malis di babak kedua.
NIAC Mitra besutan pelatih M.Basri sukses menghancurkan Arsenal yang diperkuat nama-nama besar, seperti David O’Leary, Pat Jennings, Kenny Sansom, Brian Talbot, Alan Sunderland, dan Graham Rix.
You must be logged in to post a comment.